Rabu, 12 April 2017

KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
            Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat benyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembetuk negara Republik Indonesia.
            Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
            Untuk itulah dalam makalah ini, kami mengambil judul “Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia”.


1.2    Rumusan Masalah
               Sesuai dengan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
 1.    Bagaimana kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik Indonesia ?
       2.   Isi UUD 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen ?
 3.    Reformasi Hukum Ketatanegaraan Indonesia?
 4.  Pengertian Tentang HAM ?

1.3    Tujuan Penulisan

1.   Untuk mengetahui kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan republik Indonesia.
2.   Untuk mengetahui Isi UUD 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen.
3.   Untuk mengetahui Pengertian Tentang HAM.




























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Pancasila dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia

2.1.1    Kedudukan Pancasila sebagai Sumber dari Segala Hukum
            Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.[2] Pancasila sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD 1945, serta hukum positif lainnya. Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. konsep negara yang digunakan di Indonesia popular dengan nama rechtsstaat, Sementara itu untuk memberikan ciri “ ke Indonesianya”, juga dikenal dengan istilah Negara hukum dengan menambah atribut “pancasila’ sehingga menjadi “negara hukum Pancasila”.[3]
            Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di negara RI. Berarti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan mulai dari UUD`45, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya. Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh bertentangan dengannya. Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh produk hukum yang ada di negara RI sejak tahun 1945 sampai sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua produk hukum sejak awal sampai akhir, semuanya, ‘Batal Demi Hukum’. Karena sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila, telah dianulir. Oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh diubah.
.
            Upaya mengurai nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara memiliki cakupan yang luas sekaligus dinamis. Luas dalam arti mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan.Dinamik mengandung arti memberi ruang reaksi terhadap perubahan lingkungan strategis. Dengan kata lain, upaya mengurai nilai-nilai Pancasila adalah hal yang tidak pernah selesai sejalan dengan perjalanan bangsa Indonesia mencapai tujuan nasional.  Keluasan dan kedinamikan tersebut dapat ditarik melalui pancaran nilai dari kelima sila Pancasila.  Implementasi nilai-nilai tersebut ditunjukkan dengan perilaku dan kualitas SDM di dalam menjalankan kehidupan nasional menuju tercapainya tujuan negara.

2.1.2 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
            Nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh pendiri bangsa Indonesia merupakan intisari dan puncak dari sosoial budaya yang senantiasa melandasi tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai budaya yang telah berkembang dan dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai tersebut antara lain adalah:
1.   Ketuhanan yang maha esa
2.   Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.   Persatuan Indonesia
4.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.   Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
            Dari nilai-nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan persatuan, kerukunan, keharmonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah lama dipraktekkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
            Pandangan hidup bagi suatu bangsa seperti pancasila sangat penting artinya karena merupakan pegangan yang mantap, agar tidak terombang ambing oleh keadaan apapun, bahkan dalam era globalisasi. Pancasila sebagai penyaring budaya yang masuk ke Indonesia. Jadi, Pancasila menyaring dan memilah mana yang sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia dan sesuai dengan norma yang ada dan hidup sejak lama di Indonesia. Pancasila sebagai tembok kokoh penghalang pelindung bangsa dan Pancasila sebagai tiang kokoh penyangga negara untuk berdiri melawan segala ancaman dan bahaya dari luar lingkup Indonesia. Pancasila juga sebagai jalan kehidupan dan kelangsungan ketatanegaraan bangsa Indonesia.

2.1.3 Pancasila Sebagai Dasar Negara
            Dasar negara adalah hal yang paling utama bagi sebuah negara, dikarenakan dasar negara adalah pondasi, landasan cita-cita harapan dan hal pokok bagi sebuah bangsa. Di setiap negara memiliki dasar negaranya masing-masing, Pancasila  sebagai dasar negara Indonesia yang tercantum pada  alinea IV pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut sebagai ideologi negara.
            Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum sehingga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan pancasila harus dicabut. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang undangan bersifat imperative (mengikat) bagi :
a)      Penyelenggaraan negara
b)      Lembaga kenegaraan
c)      Lembaga kemasyarakatan
d)      Warga negara Indonesia dimana pun berada, dan
e)      Penduduk di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia
           
 Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila. 
            Hal ini tidak serta-merta memutuskan pancasila sebagai dasar negara. Pemilihan pancasila didapati oleh pendiri negara dengan cara yang istimewa dan dengan perjuangan yang luar biasa. Ada beberapa aspek yang mendasari pendiri bangsa menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Aspek yang mendasari dipilihnya pancasilah adalah sebagai berikut:
1.      Aspek pluralisme kehidupan masyarakat Indonesia.[4]
2.      Aspek alamiah ketahanan nasional
3.      Aspek budaya
4.      Aspek agama
5.      Aspek persamaan nasib
            Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.

2.2     ISI UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH DI AMANDEMEN
1)        
SEBELUM DI AMANDEMEN
BAB X. WARGA NEGARA
Pasal 26
  1. Jang mendyadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disjahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
  2. Sjarat-sjarat yang mengenai kewargaan Negara ditetapkan dengan undang-undang.
SESUDAH DI AMANDEMEN
BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Perubahan Pasal 26
  1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
  2. Penduduk ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
  3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
2)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 30
  1. Tiap-tiiap warga Negara berhak dan wadjib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
  2. Sjarat-sjarat tentng pembelaan diatur dengan undang-undang.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 30
  1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
  2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Repbulik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, segabai kekuatan pendukung.
  3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
  4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
3)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 5
  1. Presiden memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Pasal 5
  1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
KOMENTAR : Perubahan dari pasal ini sangat lah bagus karena menyadarkan anggota DPR itu tugasnya bukan hanya menyetujui UU yang dibuat Presiden.
4)  
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
KOMENTAR : Perubahan ini sangatlah bagus karena jika Presiden dan Wakil Presiden terlalu lama memegang jabatan kemungkinan bangsa kita kaya tidak mempunyai inspirasi baru atau bisa dikatakan akan membosankan dengan kepemimpinannya.
5)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.
SEDUAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 15
Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
2.3             A.Reformasi Dan Perkembangan Teori Hukum Tata Negara
Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat perhatian dan berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Salah satu arus utama dari era reformasi adalah gelombang demokratisasi. Demokrasi telah memberikan ruang terhadap tuntutan-tuntutan perubahan, baik tuntutan yang terkait dengan norma penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, maupun hubungan antara negara dengan warga negara. Demokrasi pula yang memungkinkan adanya kebebasan dan otonomi akademis untuk mengkaji berbagai teori yang melahirkan pilihan-pilihan sistem dan struktur ketatanegaraan untuk mewadahi berbagai tuntutan tersebut.
Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan otonomi daerah.
Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain, berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami “deskralisasi”. Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama disakralkan.
B. Perubahan UUD 1945
Pembahasan tentang latar belakang perubahan UUD 1945 dan argumentasi perubahannya telah banyak dibahas diberbagai literatur, seperti buku Prof. Dr. Mahfud MD.[5], Prof. Dr. Harun Alrasid[6], dan Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani[7]. Perubahan-perubahan tersebut diatas meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan, materi muatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan. Bahkan hasil perubahan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah konstitusi baru sama sekali dengan nama resmi “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.[8]
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam empat kali perubahan tersebut telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Perubahan tersebut diantaranya meliputi (i) Perubahan norma-norma dasar dalam kehidupan bernegara, seperti penegasan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar; (ii) Perubahan kelembagaan negara dengan adanya lembaga-lembaga baru dan hilangnya beberapa lembaga yang pernah ada; (iii) Perubahan hubungan antar lembaga negara; dan (iv) Masalah Hak Asasi Manusia. Perubahan-perubahan hasil constitutional reform tersebut belum sepenuhnya dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan maupun praktek ketatanegaraan sehingga berbagai kerangka teoritis masih sangat diperlukan untuk mengembangkan dasar-dasar konstitusional tersebut.
C. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
Pembentukan MK merupakan penegasan prinsip negara hukum dan jaminan terhadap hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945. Pembentukan MK juga merupakan perwujudan dari konsep checks and balances dalam sistem ketatanegaraan. Selain itu, pembentukan MK dimaksudkan sebagai sarana penyelesaian beberapa masalah ketatanegaraan yang sebelumnya tidak diatur sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, MK adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kewenangan MK diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang meliputi memutus pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan menyelesaikan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, Pasal 24C ayat (3) menyatakan bahwa MK wajib memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden. Selanjutnya keberadaan MK diatur berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki tersebut, maka MK berfungsi sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) agar dilaksanakan baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam pelaksanaannya yang terkait dengan kewenangan dan kewajiban MK. Sebagai penjaga konstitusi, MK sekaligus berperan sebagai penafsir konstitusi (the interpreter of the constitution). Fungsi sebagai penjaga dan penafsir konstitusi tersebut dilaksanakan melalui putusan-putusan MK sesuai dengan empat kewenangan dan satu kewajiban yang dimiliki. Dalam putusan-putusan MK selalu mengandung pertimbangan hukum dan argumentasi hukum bagaimana suatu ketentuan konstitusi harus ditafsirkan dan harus dilaksanakan baik dalam bentuk undang-undang, maupun dalam bentuk lain sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh MK.
Keberadaan MK sebagai penafsir dan penjaga konstitusi yang dilaksanakan melalui keempat kewenangan dan satu kewajibannya tersebut menempatkan UUD 1945 di satu sisi sebagai hukum tertinggi yang harus dilaksanakan secara konsisten, dan di sisi lain menjadikannya sebagai domain publik dan operasional. Persidangan di Mahkamah Konstitusi yang bersifat terbuka dan menghadirkan berbagai pihak untuk didengar keterangannya dengan sendirinya mendorong masyarakat untuk terlibat atau setidak-tidaknya mengetahui perkembangan pemikiran bagaimana suatu ketentuan konstitusi harus ditafsirkan. Bahkan pihak-pihak dalam persidangan juga dapat memberikan pemikirannya tentang penafsiran tersebut meskipun pada akhirnya tergantung pada penilaian dan pendapat para Hakim Konstitusi yang akan dituangkan dalam putusan-putusannya.
Dengan demikian, media utama yang memuat pelaksanaan peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga dan penafsir tunggal konstitusi (the guardian and the sole interpreter of the constitution) adalah putusan-putusan yang dibuat berdasarkan kewenangan dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945. Dengan kata lain, penafsiran ketentuan konstitusi dan perkembangannya dapat dipahami dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi, tidak saja yang amarnya mengabulkan permohonan, tetapi juga yang ditolak atau tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Karena itu, suatu putusan tidak seharusnya hanya dilihat dari amar putusan, tetapi juga sangat penting untuk memahami pertimbangan hukum (ratio decidendi) yang pada prinsipnya memberikan penafsiran terhadap suatu ketentuan konstitusi terkait dengan permohonan tertentu.
Putusan Mahkamah Konstitusi dengan sendirinya merupakan dokumen yang memuat penjelasan dan penafsiran ketentuan dalam konstitusi. Di sisi lain, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan, khususnya dalam pengujian undang-undang, dengan sendirinya merubah suatu ketentuan norma hukum yang harus dilaksanakan oleh segenap organ negara dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan fungsinya sebagai penjaga dan penafsir konstitusi tersebut telah menggairahkan perkembangan teori Hukum Tata Negara. Jika pada masa lalu masalah Hukum Tata Negara hanya berpusat pada aktivitas politik di lembaga perwakilan dan kepresidenan, serta pokok bahasannya hanya masalah lembaga negara, hubungan antar lembaga negara dan hak asasi manusia, maka saat ini isu-isu konstitusi mulai merambah pada berbagai aspek kehidupan yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak, bahkan tidak saja ahli hukum.
Mengingat UUD 1945 tidak hanya merupakan konstitusi politik, tetapi juga konstitusi ekonomi dan sosial budaya, maka perdebatan teoritis konstitusional juga banyak terjadi di bidang ekonomi dan sosial budaya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari beberapa putusan MK terkait dengan bidang ekonomi seperti dalam pengujian UU Ketenagalistrikan, UU SDA, dan UU Kepailitan. Di bidang sosial budaya misalnya dapat dilihat dari putusan-putusan pengujian UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan pengujian UU Sisdiknas.
Perkembangan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut telah mendorong berkembangnya studi-studi teori Hukum Tata Negara. Beberapa teori yang saat ini mulai berkembang dan dibutuhkan misalnya adalah teori-teori norma hukum, teori-teori penafsiran, teori-teori kelembagaan negara, teori-teori demokrasi, teori-teori politik ekonomi, dan teori-teori hak asasi manusia.
Teori-teori norma hukum diperlukan misalnya untuk membedakan antara norma yang bersifat abstrak umum dengan norma yang bersifat konkret individual yang menentukan bagaimana mekanisme pengujiannya. Pembahasan teori-teori norma hukum juga diperlukan untuk menyusun hierarki peraturan perundang-undangan sehingga pembangunan sistem hukum nasional dapat dilakukan sesuai dengan kerangka konstitusional.
Teori-teori selanjutnya yang mulai mendapat perhatian dan tumbuh berkembang adalah teori penafsiran. Dalam hukum sesungguhnya penafsiran menempati kedudukan yang sentral karena aktivitas hukum “berkutat” dengan norma-norma dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang akan diterapkan (imputation) ke dalam suatu peristiwa nyata. Penafsiran menjadi semakin penting pada saat suatu norma konstitusi harus dipahami untuk menentukan norma yang lain bertentangan atau tidak dengan norma yang pertama. Kedua norma tersebut harus benar-benar dipahami mulai dari latar belakang, maksud, hingga penafsiran ke depan pada saat akan dilaksanakan. Untuk itu saat ini telah banyak berkembang studi hukum dengan menggunakan alat bantu ilmu penafsiran bahasa (hermeunetik). Demikian pula teori-teori lain yang juga berkembang cukup pesat.
2.4     HAM
Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.Hak asasi mencangkup hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)
    Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak memeluk agama.
b. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara
    Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)
   Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja dan   
   mendapatkan hidup yang layak.
      d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).
    Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun,     
    hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan Pemerintah  
   (Rights Of Legal Equality)
      f. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.
2.4.1   Ciri dan Tujuan Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memiliki perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik , atau asal usul social dan bangsanya
c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi orang lain
Tujuan Hak Asasi Manusia,yaitu sebagai berikut:
a. HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang    
    wenangan.
b. HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
c. HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk    
    menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar
2.4.2.  HAM di Indonesia
            Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang dalam 4 periode, yaitu :
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi
    Republik Indonesia Serikat.
c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
2.4.3 Komisi Nasional HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1.      Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2.      Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
2.4.4    Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
            Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
            Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan
Menurut UU no 26 Tahun 2000 pasal 1 tentang pengadilan HAM , Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.   Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2.   Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
3.   Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM Adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
4.   Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer,Maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual
 5.  Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan Menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

24.5. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
                menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan (menjawab pertanyaan rumusan masalah)
       Kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai sumber hukum yang berarti segala hukum yang mengatur kehudupan berbangsa dan bernegara harus sesuai dan selaras dengan Pancasila. Sein sebagai dasar negara Pancasila juga sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Masing masing berarti Pancasila sebagai penyaring, yang menyaring semua rencana yang menjadi pandangan langkah kedepan agar sesuai dengan pandangan pancasila dan Pancasila pondasi dasar dari bangunan bangsa Indonesia yang menopang kehidupan dan keberlansungan bangsa Indonesia.
            Pelaksanaan dinamika Pancasila dalam menegakan ketatanegaraan bukan semata mata dilihat dengan mata awam pancasila, tetapi pancasila di uraikan menjadi undang-undang yang terperinci yang sesuai dengan aspek dan tuju bangsa.
            Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang hanya dimiliki Indonesia. Karena hanya cocok dengan budaya Indonesia, seperti pemerintahan otonom yang cocok dengan keadaan geogerafis Indonesia. Indonesia memiliki daerah otonomi yang bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala bidang. Dan daerah otonom memmudahkan mgontrol ekonomi, social dan politik di negara yang memiliki banyak pulau yang dihuni lebih dari 300 juta jiwa dengan budaya yang beragam serta pemerintahan daerah sangat efisien dalam pengembangan usaha mikro.
3.2       Saran
      Kita sebagai bangsa Indonesia, supaya mampu mencermati nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai masyarakat madani. Kita harus menjalankan dan melaksanakn ketatanegaraan yang sesuai dengan Pancasila.
            Penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai hukum, baik itu yang sudah tertulis dan tertuang dalam kitab perundang-undangan maupun yang sudah mengalir dalam konvensi, perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan suasana masyaakat yang kondusif. Yang menghargai dinamika dan menaati pelaksanan proses ketatanegaraan yang di tetapkan serta memberi sangsi bagi yang melanggar, dengan sangsi yang berat untuk memberi efek jera terhadap pelaku.
            Daerah otonom harus dijalankan oleh orang orang yang tepat yang hebat, karena diharapkan bisa mengangkat semua aspek yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Melainkan bukan wakil rakyat yang korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Dani, Ram, 2013.” Pancasila sebagai Sumber dari Segalaa Sumber Hukum “, dalam http://pedabuntung.blogspot.com/2013/10/pancasila-sebagai-sumber-dari-segala.html, diakses tgl 10 juni 2014
Dekker, Nyoman.1997.Hukum Tata Negara Republik Indonesia.Malang: IKIP Malang
Hudiarini, Sri.2000.Pancasila.Malang: Politeknik Negeri Malang
Hukum online.com,2002.” Pemerintah Dukung UKM Gunakan Infrastruktur TI “, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5733/pemerintah-dukung-ukm-gunakan-infrastruktur-ti. Diakses tgl 10 juni 2014
Husein, La Ode.2005.Hubungan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Badan Pemeriksaan Keuangan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.Bandung: CV. Utomo
Kasil dan Christine. 2004. Ilmu Negara. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Wendi, 2011. ”Makna setiap Sila Pancasila”, dalam http://bozwen.blogspot.com/2011/03/makna-setiap-sila-pancasila.html. Diakses pada tgl 10 Juni 2014