BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih
banyak bahkan sangat benyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya
yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila.
Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan
kita meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila,
Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembetuk negara Republik
Indonesia.
Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai
Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan
Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila.
Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan
yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan
Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
Untuk itulah dalam makalah ini, kami mengambil judul “Pancasila dalam Konteks
Ketatanegaraan Republik Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan
ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana
kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik Indonesia ?
2. Isi UUD 1945
Sebelum Dan Sesudah Amandemen ?
3. Reformasi
Hukum Ketatanegaraan Indonesia?
4. Pengertian
Tentang HAM ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan republik
Indonesia.
2. Untuk mengetahui Isi UUD 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen.
3. Untuk mengetahui Pengertian Tentang HAM.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kedudukan Pancasila dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia
2.1.1 Kedudukan Pancasila sebagai Sumber dari Segala Hukum
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama
ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: paรฑca berarti lima dan sila berarti
prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.[2]
Pancasila sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum
Indonesia maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan
dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan
UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok
pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya
dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta idiologi
bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata yang indah
namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan di dalam berbagai
bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. konsep negara
yang digunakan di Indonesia popular dengan nama rechtsstaat, Sementara itu
untuk memberikan ciri “ ke Indonesianya”, juga dikenal dengan istilah Negara
hukum dengan menambah atribut “pancasila’ sehingga menjadi “negara hukum
Pancasila”.[3]
Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai sumber
dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di negara
RI. Berarti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan mulai dari UUD`45, Tap
MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), PP
(Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan
pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan
hukumnya. Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh
bertentangan dengannya. Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh
produk hukum yang ada di negara RI sejak tahun 1945 sampai sekarang, secara
otomatis produk hukum itu tidak berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua
produk hukum sejak awal sampai akhir, semuanya, ‘Batal Demi Hukum’. Karena
sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila, telah dianulir. Oleh sebab itu
Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh diubah.
.
Upaya mengurai nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara memiliki cakupan yang
luas sekaligus dinamis. Luas dalam arti mencakup seluruh aspek kehidupan
sosial, ekonomi dan lingkungan.Dinamik mengandung arti memberi ruang reaksi
terhadap perubahan lingkungan strategis. Dengan kata lain, upaya mengurai
nilai-nilai Pancasila adalah hal yang tidak pernah selesai sejalan dengan
perjalanan bangsa Indonesia mencapai tujuan nasional. Keluasan dan kedinamikan
tersebut dapat ditarik melalui pancaran nilai dari kelima sila Pancasila.
Implementasi nilai-nilai tersebut ditunjukkan dengan perilaku dan kualitas SDM
di dalam menjalankan kehidupan nasional menuju tercapainya tujuan negara.
2.1.2
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh pendiri bangsa Indonesia
merupakan intisari dan puncak dari sosoial budaya yang senantiasa melandasi
tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai budaya yang telah berkembang dan
dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan
hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai tersebut antara lain
adalah:
1.
Ketuhanan yang maha esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dari nilai-nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan
persatuan, kerukunan, keharmonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah
lama dipraktekkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pandangan hidup bagi suatu bangsa seperti pancasila sangat penting artinya
karena merupakan pegangan yang mantap, agar tidak terombang ambing oleh keadaan
apapun, bahkan dalam era globalisasi. Pancasila sebagai penyaring budaya yang
masuk ke Indonesia. Jadi, Pancasila menyaring dan memilah mana yang sesuai
dengan karakter masyarakat Indonesia dan sesuai dengan norma yang ada dan hidup
sejak lama di Indonesia. Pancasila sebagai tembok kokoh penghalang pelindung
bangsa dan Pancasila sebagai tiang kokoh penyangga negara untuk berdiri melawan
segala ancaman dan bahaya dari luar lingkup Indonesia. Pancasila juga sebagai
jalan kehidupan dan kelangsungan ketatanegaraan bangsa Indonesia.
2.1.3
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara adalah hal yang paling utama bagi sebuah negara, dikarenakan dasar
negara adalah pondasi, landasan cita-cita harapan dan hal pokok bagi sebuah
bangsa. Di setiap negara memiliki dasar negaranya masing-masing,
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang tercantum pada alinea
IV pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat
disebut sebagai ideologi negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum
sehingga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan
pancasila harus dicabut. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara,
dalam bentuk peraturan perundang undangan bersifat imperative (mengikat) bagi :
a)
Penyelenggaraan negara
b)
Lembaga kenegaraan
c)
Lembaga kemasyarakatan
d)
Warga negara Indonesia dimana pun berada, dan
e)
Penduduk di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia
Sebagai dasar negara
Pancasila dipergunakan untuk
mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti
juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus
bersumberkan kepada Pancasila.
Hal ini tidak serta-merta memutuskan pancasila sebagai dasar negara. Pemilihan
pancasila didapati oleh pendiri negara dengan cara yang istimewa dan dengan
perjuangan yang luar biasa. Ada beberapa aspek yang mendasari pendiri bangsa
menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Aspek yang mendasari dipilihnya
pancasilah adalah sebagai berikut:
1. Aspek pluralisme
kehidupan masyarakat Indonesia.[4]
2.
Aspek alamiah ketahanan nasional
3.
Aspek budaya
4.
Aspek agama
5.
Aspek persamaan nasib
Maka Pancasila merupakan intelligent
choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia
dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai
dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan
dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
2.2 ISI UUD 1945
SEBELUM DAN SESUDAH DI AMANDEMEN
1)
SEBELUM DI AMANDEMEN
BAB X. WARGA NEGARA
Pasal 26
- Jang
mendyadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disjahkan dengan undang-undang sebagai warga
Negara.
- Sjarat-sjarat
yang mengenai kewargaan Negara ditetapkan dengan undang-undang.
SESUDAH DI AMANDEMEN
BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Perubahan Pasal 26
- Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
- Penduduk
ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
- Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
2)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 30
- Tiap-tiiap
warga Negara berhak dan wadjib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
- Sjarat-sjarat
tentng pembelaan diatur dengan undang-undang.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 30
- Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
- Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Repbulik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, segabai
kekuatan pendukung.
- Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
- Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum.
3)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 5
- Presiden
memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetudjuan Dewan
Perwakilan rakyat.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Pasal 5
- Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
KOMENTAR : Perubahan dari pasal ini sangat lah bagus karena menyadarkan
anggota DPR itu tugasnya bukan hanya menyetujui UU yang dibuat Presiden.
4)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali.
SESUDAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan.
KOMENTAR : Perubahan ini sangatlah bagus karena jika Presiden dan Wakil
Presiden terlalu lama memegang jabatan kemungkinan bangsa kita kaya tidak
mempunyai inspirasi baru atau bisa dikatakan akan membosankan dengan
kepemimpinannya.
5)
SEBELUM DI AMANDEMEN
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.
SEDUAH DI AMANDEMEN
Perubahan Pasal 15
Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur dengan undang-undang.
2.3 A.Reformasi
Dan Perkembangan Teori Hukum Tata Negara
Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat perhatian dan
berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Salah satu
arus utama dari era reformasi adalah gelombang demokratisasi. Demokrasi telah
memberikan ruang terhadap tuntutan-tuntutan perubahan, baik tuntutan yang
terkait dengan norma penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, maupun
hubungan antara negara dengan warga negara. Demokrasi pula yang memungkinkan
adanya kebebasan dan otonomi akademis untuk mengkaji berbagai teori yang melahirkan
pilihan-pilihan sistem dan struktur ketatanegaraan untuk mewadahi berbagai
tuntutan tersebut.
Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan
munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik
atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur
parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan
adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan
kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan
otonomi daerah.
Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek.
Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat
itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di
sisi lain, berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif
kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif
mengalami “deskralisasi”. Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun
digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian
pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena
memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan
perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama
disakralkan.
B. Perubahan UUD 1945
Pembahasan tentang latar belakang perubahan UUD 1945
dan argumentasi perubahannya telah banyak dibahas diberbagai literatur, seperti
buku Prof. Dr. Mahfud MD.[5],
Prof. Dr. Harun Alrasid[6],
dan Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani[7].
Perubahan-perubahan tersebut diatas meliputi hampir keseluruhan materi UUD
1945. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, jika naskah asli UUD 1945 berisi 71
butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan, materi muatan UUD
1945 mencakup 199 butir ketentuan. Bahkan hasil perubahan tersebut dapat
dikatakan sebagai sebuah konstitusi baru sama sekali dengan nama resmi
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.[8]
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam empat kali
perubahan tersebut telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam Hukum Tata
Negara Indonesia. Perubahan tersebut diantaranya meliputi (i) Perubahan
norma-norma dasar dalam kehidupan bernegara, seperti penegasan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar; (ii) Perubahan kelembagaan negara
dengan adanya lembaga-lembaga baru dan hilangnya beberapa lembaga yang pernah ada;
(iii) Perubahan hubungan antar lembaga negara; dan (iv) Masalah Hak Asasi
Manusia. Perubahan-perubahan hasil constitutional reform tersebut belum
sepenuhnya dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan maupun praktek
ketatanegaraan sehingga berbagai kerangka teoritis masih sangat diperlukan
untuk mengembangkan dasar-dasar konstitusional tersebut.
C. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
Pembentukan MK merupakan penegasan prinsip negara
hukum dan jaminan terhadap hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam UUD
1945. Pembentukan MK juga merupakan perwujudan dari konsep checks and
balances dalam sistem ketatanegaraan. Selain itu, pembentukan MK
dimaksudkan sebagai sarana penyelesaian beberapa masalah ketatanegaraan yang
sebelumnya tidak diatur sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, MK adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kewenangan MK
diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang meliputi memutus pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara, memutus pembubaran partai politik, dan menyelesaikan perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, Pasal 24C ayat (3) menyatakan bahwa
MK wajib memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
Presiden dan atau Wakil Presiden. Selanjutnya keberadaan MK diatur berdasarkan
UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki tersebut, maka MK
berfungsi sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution)
agar dilaksanakan baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam pelaksanaannya
yang terkait dengan kewenangan dan kewajiban MK. Sebagai penjaga konstitusi, MK
sekaligus berperan sebagai penafsir konstitusi (the interpreter of the
constitution). Fungsi sebagai penjaga dan penafsir konstitusi tersebut
dilaksanakan melalui putusan-putusan MK sesuai dengan empat kewenangan dan satu
kewajiban yang dimiliki. Dalam putusan-putusan MK selalu mengandung
pertimbangan hukum dan argumentasi hukum bagaimana suatu ketentuan konstitusi
harus ditafsirkan dan harus dilaksanakan baik dalam bentuk undang-undang,
maupun dalam bentuk lain sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki
oleh MK.
Keberadaan MK sebagai penafsir dan penjaga konstitusi
yang dilaksanakan melalui keempat kewenangan dan satu kewajibannya tersebut
menempatkan UUD 1945 di satu sisi sebagai hukum tertinggi yang harus
dilaksanakan secara konsisten, dan di sisi lain menjadikannya sebagai domain
publik dan operasional. Persidangan di Mahkamah Konstitusi yang bersifat
terbuka dan menghadirkan berbagai pihak untuk didengar keterangannya dengan
sendirinya mendorong masyarakat untuk terlibat atau setidak-tidaknya mengetahui
perkembangan pemikiran bagaimana suatu ketentuan konstitusi harus ditafsirkan.
Bahkan pihak-pihak dalam persidangan juga dapat memberikan pemikirannya tentang
penafsiran tersebut meskipun pada akhirnya tergantung pada penilaian dan
pendapat para Hakim Konstitusi yang akan dituangkan dalam putusan-putusannya.
Dengan demikian, media utama yang memuat pelaksanaan
peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga dan penafsir tunggal
konstitusi (the guardian and the sole interpreter of the constitution)
adalah putusan-putusan yang dibuat berdasarkan kewenangan dan kewajibannya
sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945. Dengan kata lain,
penafsiran ketentuan konstitusi dan perkembangannya dapat dipahami dalam
putusan-putusan Mahkamah Konstitusi, tidak saja yang amarnya mengabulkan
permohonan, tetapi juga yang ditolak atau tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard). Karena itu, suatu putusan tidak seharusnya hanya
dilihat dari amar putusan, tetapi juga sangat penting untuk memahami
pertimbangan hukum (ratio decidendi) yang pada prinsipnya memberikan
penafsiran terhadap suatu ketentuan konstitusi terkait dengan permohonan
tertentu.
Putusan Mahkamah Konstitusi dengan sendirinya
merupakan dokumen yang memuat penjelasan dan penafsiran ketentuan dalam
konstitusi. Di sisi lain, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan
permohonan, khususnya dalam pengujian undang-undang, dengan sendirinya merubah
suatu ketentuan norma hukum yang harus dilaksanakan oleh segenap organ negara
dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan fungsinya
sebagai penjaga dan penafsir konstitusi tersebut telah menggairahkan
perkembangan teori Hukum Tata Negara. Jika pada masa lalu masalah Hukum Tata
Negara hanya berpusat pada aktivitas politik di lembaga perwakilan dan
kepresidenan, serta pokok bahasannya hanya masalah lembaga negara, hubungan
antar lembaga negara dan hak asasi manusia, maka saat ini isu-isu konstitusi
mulai merambah pada berbagai aspek kehidupan yang lebih luas dan melibatkan
banyak pihak, bahkan tidak saja ahli hukum.
Mengingat UUD 1945 tidak hanya merupakan konstitusi
politik, tetapi juga konstitusi ekonomi dan sosial budaya, maka perdebatan
teoritis konstitusional juga banyak terjadi di bidang ekonomi dan sosial
budaya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari beberapa putusan MK terkait dengan
bidang ekonomi seperti dalam pengujian UU Ketenagalistrikan, UU SDA, dan UU
Kepailitan. Di bidang sosial budaya misalnya dapat dilihat dari putusan-putusan
pengujian UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan pengujian UU Sisdiknas.
Perkembangan pelaksanaan kewenangan Mahkamah
Konstitusi tersebut telah mendorong berkembangnya studi-studi teori Hukum Tata
Negara. Beberapa teori yang saat ini mulai berkembang dan dibutuhkan misalnya
adalah teori-teori norma hukum, teori-teori penafsiran, teori-teori kelembagaan
negara, teori-teori demokrasi, teori-teori politik ekonomi, dan teori-teori hak
asasi manusia.
Teori-teori norma hukum diperlukan misalnya untuk
membedakan antara norma yang bersifat abstrak umum dengan norma yang bersifat
konkret individual yang menentukan bagaimana mekanisme pengujiannya. Pembahasan
teori-teori norma hukum juga diperlukan untuk menyusun hierarki peraturan
perundang-undangan sehingga pembangunan sistem hukum nasional dapat dilakukan
sesuai dengan kerangka konstitusional.
Teori-teori selanjutnya yang mulai mendapat perhatian
dan tumbuh berkembang adalah teori penafsiran. Dalam hukum sesungguhnya
penafsiran menempati kedudukan yang sentral karena aktivitas hukum “berkutat”
dengan norma-norma dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang akan
diterapkan (imputation) ke dalam suatu peristiwa nyata. Penafsiran
menjadi semakin penting pada saat suatu norma konstitusi harus dipahami untuk
menentukan norma yang lain bertentangan atau tidak dengan norma yang pertama.
Kedua norma tersebut harus benar-benar dipahami mulai dari latar belakang,
maksud, hingga penafsiran ke depan pada saat akan dilaksanakan. Untuk itu saat
ini telah banyak berkembang studi hukum dengan menggunakan alat bantu ilmu
penafsiran bahasa (hermeunetik). Demikian pula teori-teori lain yang
juga berkembang cukup pesat.
2.4 HAM
Hak asasi manusia (HAM) secara tegas
di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar
yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan
ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan,
dan kecerdasan serta keadilan.”
Hak asasi manusia dalam pengertian
umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah
Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan
kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi
manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau
oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan
martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.Hak asasi mencangkup
hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ditinjau dari
berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal
Rights)
Contoh : hak kemerdekaan, hak
menyatakan pendapat, hak memeluk agama.
b. Hak asasi politik (Political
Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara
Misalnya :
memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property
Rights)
Misalnya : hak memiliki
sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja dan
mendapatkan hidup yang
layak.
d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan,
hak mendapatkan santunan, hak pensiun,
hak mengembangkan kebudayaan dan
hak berkspresi.
e. Hak untuk mendapatkan perlakuan
yang sama dalam hukum dan Pemerintah
(Rights Of Legal
Equality)
f. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.
2.4.1
Ciri dan Tujuan Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia pada dasarnya
bersifat umum atau universal karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki
manusia tidak memiliki perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di
atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai
berikut :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis
b. HAM berlaku untuk semua
orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik ,
atau asal usul social dan bangsanya
c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi orang lain
Tujuan Hak
Asasi Manusia,yaitu sebagai berikut:
a. HAM adalah alat untuk
melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang
wenangan.
b. HAM mengenmbangkan saling
menghargai antar manusia
c. HAM mendorong tindakan yang
dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk
menjamin bahwa
hak-hak orang lain tidak dilanggar
2.4.2. HAM di Indonesia
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang
dalam 4 periode, yaitu :
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949,
berlaku UUD 1945,
b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950,
berlaku Konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku
UUDS 1950.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku
kembali UUD 1945.
2.4.3 Komisi Nasional HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri
yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak
asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1.
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai
dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia.
2.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya
pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan
2.4.4 Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan
Nasional
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga,
dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan
seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat,
karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang
antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena
yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara
itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan
sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang
dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan
Menurut UU no 26 Tahun 2000 pasal 1 tentang pengadilan
HAM , Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. Pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi Manusia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
3. Pengadilan
Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM Adalah pengadilan
khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
4. Setiap
orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer,Maupun
polisi yang bertanggung jawab secara individual
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan Menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang
diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti
dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
24.5. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham
yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu
saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya
sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi
:
1. Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau
di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematis.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan (menjawab pertanyaan rumusan
masalah)
Kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai sumber
hukum yang berarti segala hukum yang mengatur kehudupan berbangsa dan bernegara
harus sesuai dan selaras dengan Pancasila. Sein sebagai dasar negara Pancasila
juga sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Masing masing berarti Pancasila
sebagai penyaring, yang menyaring semua rencana yang menjadi pandangan langkah
kedepan agar sesuai dengan pandangan pancasila dan Pancasila pondasi dasar dari
bangunan bangsa Indonesia yang menopang kehidupan dan keberlansungan bangsa
Indonesia.
Pelaksanaan dinamika Pancasila dalam menegakan ketatanegaraan bukan semata mata
dilihat dengan mata awam pancasila, tetapi pancasila di uraikan menjadi
undang-undang yang terperinci yang sesuai dengan aspek dan tuju bangsa.
Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang hanya dimiliki Indonesia. Karena
hanya cocok dengan budaya Indonesia, seperti pemerintahan otonom yang cocok
dengan keadaan geogerafis Indonesia. Indonesia memiliki daerah otonomi yang
bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala bidang. Dan daerah
otonom memmudahkan mgontrol ekonomi, social dan politik di negara yang memiliki
banyak pulau yang dihuni lebih dari 300 juta jiwa dengan budaya yang beragam
serta pemerintahan daerah sangat efisien dalam pengembangan usaha mikro.
3.2
Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia, supaya mampu mencermati nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara,
sebagai masyarakat madani. Kita harus menjalankan dan melaksanakn
ketatanegaraan yang sesuai dengan Pancasila.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai hukum, baik itu yang sudah
tertulis dan tertuang dalam kitab perundang-undangan maupun yang sudah mengalir
dalam konvensi, perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan suasana masyaakat
yang kondusif. Yang menghargai dinamika dan menaati pelaksanan proses
ketatanegaraan yang di tetapkan serta memberi sangsi bagi yang melanggar,
dengan sangsi yang berat untuk memberi efek jera terhadap pelaku.
Daerah otonom harus dijalankan oleh orang orang yang tepat yang hebat, karena
diharapkan bisa mengangkat semua aspek yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Melainkan bukan wakil rakyat yang korupsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Dekker, Nyoman.1997.Hukum
Tata Negara Republik Indonesia.Malang: IKIP Malang
Hudiarini, Sri.2000.Pancasila.Malang:
Politeknik Negeri Malang
Husein, La Ode.2005.Hubungan
Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Badan Pemeriksaan Keuangan
dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.Bandung: CV. Utomo
Kasil dan Christine. 2004. Ilmu
Negara. Jakarta: PT. Pradnya Paramita